Kamis, 13 Desember 2012

Pengertian remaja

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Remaja
    Masa remaja merupakan salah satu  periode dari  perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa  perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat  dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007).  Menurut Soetjiningsih (2004)  Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara  usia  11 atau 12 tahun sampai dengan  20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda. Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat defenisi tentang remaja yaitu:
1.    Pada buku-buku   pediatri,  pada umumnya  mendefenisikan  remaja adalah  bila seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun dan umur 12-20 tahun anak laki- laki.
2.    Menurut undang-undang  No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah   yang  belum  mencapai 21  tahun dan belum  menikah.
3.    Menurut undang-undang perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal.
4.    Menurut undang-undang  perkawinan No.1 tahun 1979, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang, yaitu umur 16 tahun untuk perempuan dan  19 tahun untuk anak-anak laki-laki.
5.    Menurut dinas kesehatan anak dianggap sudah remaja apabila anak sudah berumur 18 tahun, yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengah.
6.    Menurut WHO, remaja bila anak telah mencapai umur 10-18 tahun.
(Soetjiningsih, 2004).
Dalam budaya Amerika, periode remaja ini dipandang sebagai masaa “Strom & Stress”, frustasi dan penderitaan, konflik dan krisis penyesuain, mimpi dan melamun tentang cinta, dan persasaann tersisihkan dari kehidupan sosial budaya orang dewasa (Lustinb Pikunas, 1976).






B.    Tahap – tahap Perkembangan dan Batasan Remaja
    Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap perkembangan remaja:
1.    Remaja awal (early adolescent)
        Seorang remaja pada  tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan- dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis,  dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja  oleh lawan jenis ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti dan dimengerti orang dewasa.
2.    Remaja madya (middle adolescent)
Pada tahap  ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan narsistis yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya, selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih yang mana peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya.  Remaja pria harus  membebaskan diri dari  oedipus complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa anak-anak) dengan mempererat hubungan dengan kawankawan.
3.    Remaja akhir (late adolescent)
        Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu:
a.    Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
b.    Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman- pengalaman baru.
c.    Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
d.    Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
e.    Tumbuh ”dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (Sarwono, 2010).

    Berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja kita sangat perlu untuk mengenal perkembangan remaja serta ciri-cirinya. Berdasarkan sifat atau ciri perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja ada tiga tahap yaitu:
1.    Masa remaja awal (10-12 tahun)
a.    Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya.
b.    Tampak dan merasa ingin bebas.
c.    Tampak dan memang lebih  banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal (abstrak).
2.    Masa remaja tengah (13-15 tahun)
a.    Tampak dan ingin mencari identitas diri.
b.    Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis.
c.    Timbul perasaan cinta yang mendalam
3.    Masa remaja akhir (16-19 tahun)
a.    Menampakkan pengungkapan kebebasan diri.
b.    Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.
c.    Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya.
d.    Dapat mewujudkan perasaan cinta.
e.    Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak. (Widyastuti dkk, 2009).
















C.    Perspektif Sejarah Remaja
    Dalam membahas makna remaja ini, berikut dikemukakan beberapa tinjauan atau pandangan dari para ahli lain.
1.    Perspektif Biososial
        Perspektif ini memfokuskan kajiannya kepada hubungan antara mekanisme biologis dengan pengalaman sosial. Tokoh-tokohnya adalah G. Stanley Dan Roger Barker.
a.    G. Stanley Hall
    Hall berpendapat bahwa remaja merupakan masa “Strum and Drang”, yaitu sebagai periode yang berada dalam dua situasi; antara kegoncangan, penderitaan, asmara, dan pemberontakan dengan otoritas orang dewasa. Selanjutnya, dia mengemukakan bahwa pengalaman sosial selama remaja dapat mengarahkannya untuk menginternalisasi sifat-sifat yang diwariskan oleh generasi sebelumnya.
b.    Roger  Barker
    Berbeda dengan Hall, Barker menekankan orientasinya kepada sosio-psikologios. Karena masa remaja merupakan periode pertumbuhan fisik yang cepat dan peniungkatan dalam koordinasi, maka remaja merupakan masa transisi antara masa anak dan dewasa.

2.    Perspektif Relasi Interpersonal
        Remaja merupakan suatu periode yang mengalami perubahan dalam hubungan sosial, yang ditandai dengan berkembanganya minat terhadapa lawan jenis, atau pengalaman pertama dalam bercinta. Yang menjadi tokoh dalam perspektif ini adalah sebagai berikut.
a.    George Levinger
    Dia berpendapat bahwa remaja mulai mengenal minatnya terhadap lawan jenisnya, yang biasanya terjadi pada saat kontak dengan kelompok. Setelah mereka berada dalam kelompok, maka terjadi kontak atau hubungan diantara mereka, dari mulai hubungan pertama sampai terjadi hubungan yang akrab terdapat tiga tahapan sebagai berikut.
1)    Kesadaran untuk berhubungan (Unilaterally Aware). Kesadaran ini hanya terbatas pada informasi dan impresi (kesan umum) tentang yang lain berdasarkan penampilan fisiknya.
2)    Kontak permulaan (Surface Contact). Pada tahap kedua ini hubungan di antara kelompok atau antara dua orang, frekuensi sudah begitu sering. Diantara mereka sudah terjalin komunikasi meskipun belum begitu intensif.
3)    Saling berhubungan (mutually= aContinuum). Pada tahap ini terjadi interpedepensi di antara dua orang yang berlainan jenis. Hubungan diantara mereka menjadi begitu akrab, melalui saling tukar pengetahuan, pengalaman, perasaan, membantu satu sama lainnya.
b.    Ellen Berschheid & Elaine Walster
    Mereka berpendapat bahwa bungungan di antara dua remaja yang berbeda jenis kelamin mendorong remaja ke arah percintaan (pacaran). Perasaan cinta di antara dua remaja dapat dikatakan sebagai perasaan yang bergairah atau nafsu birahi. Perasaan ini diperkuat oleh fantasi-fantasi yang menyenangkan dengan patner pacaranya.

3.    Perspektif Sosiologis dan Antropologi
        Perspektif ini menekankan studinya terhadap norma, moral, harapan-harapan budaya dan sosial, ritual, tekanan kelompok, dan dampak teknologi terhadap perilaku remaja. Tokoh-tokohnya adalah sebagai berikut.
a.    Kingsley Davis
    Konflik orang tua dengan remaja merupakan ilustrasi klasik dari teori besar perspektif sosiologis. Davis menyatakan bahwa terjadinya konflik anatara orang tua dengan anak disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya : (a) anak sedang mencapai puncak pertumbuhan fisik dan energi; (b) sistem sosial orang tua kurang memberi peluang anak untuk mengembangkan diri; dan (c) remaja bersifat ideal, sementara orang tua bersifat pragmatis.
b.    Ruth Benedict
    Dia berpendapat bahwa upaya mengasuh remaja sampai mampu menempati posisi dewasa secara penuh merupakan masalah pokok dalam masyarakat. Dia mengkaji implikasi diskontinuitas antara anak-remaja, dan remaja-dewasa terhadap konflik dan penyesuaian.




4.    Perspektif Psikologis
        Teori-teori psikologis mengkaji hubungan antara mekanisme penyesuaian psikologis dengan kondisi-kondisi sosial yang memfasilitasinya (mempengaruhinya). Sress dan krisis di pandang sebagai elemen-elemen pokok dalam prespektif ini.
        Tokoh yang dipandang mewakuli prespektif ini adalah Erik H. Erikson. Dia berpendapat bahwa reamaja bukan sebagai periode konsolidasi kepribadian, tetapi sebagai tahapan penting dalam siklus kehidupan. Masa remaja berkaitan erat dengan perkembangan “sense of identity vs role confusion”, yaiutu perasaan atau kesadaran akan jati dirinya. Remaja dihadapkan pada berbagai pertanyaan yang menyangkut keberadaan dirinya (siapa saya?), masa depanya (akan menjadi siapa saya?), peran-peran sosialnya (apa peran saya dalam keluarga dan masyarakat, dan kehidupan beragama; mengapa harus beragama?)
        Apabila remaja berhasil memahami dirinya, peran-peranya, dan makna hidup beragama, maka dia akan menemukan jati dirinya, dalam arti dia akan memiliki kepribadian yang sehat. Sebaliknya apabila gagal, maka dia akan mengalami ini berdampak kurang baik bagi remaja. Dia cenderung kuranf dapat menyesuaikan dirinya,baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.

5.    Perspektif Belajar Sosial
        Walaupuin perspektif ini tidak menjelaskan “Theory of Adolensence” atau pandangan yang komprehensif, namum telah memberikan pandangan tentang pentingnya prinsip-prinsip belajar yang dapat digunakan untuk memahami tingkah laku remaja dalam berbagi status sosial. Beberapa ahli teori belajar sosial adalah sebagai berikut.
a.    Boyd McCandless
    Dia mengemukakan bahwa perkembangan manusia merupakam dampak akumulatif dari pengalaman belajar yang terintegritas dalam kepribadian. Dalam menjelasakan makna kepribadian, dia mengguankan konsep “habit hierarchy”dengan teori “drive” remaja. Dia berpendapat bahwa rangsangan yang memicu atau mendorong respons-respons kebiasaan mungkin berasal dari dalam atau luar diri individu. Drive dasar adalah yang membentuk kepribadian remaja dan tingkah lakunya, seperti rasa lapar, pencarian kenyamanan, menghindari diri  dari rasa sakit dan seks.

b.    Talcot Parson
    Dia mengemukakan bahwa elemen-elemen “reinforcement” dalam masyarakat yang kompleks memberikan dampak yang kuat terhadappola-pola tingkah laku remaja. Dia mencatat suatu perkembangan yang menonjol dalam sikap ketergantungan anak, terutama kepada ibunya. Ibu sebagai pelindung anak, memiliki kekuatan yang besar (dalam mendisiplin dan memberikan “reward” kepada anak), sehingga anak bergantung padanya. Motivasi anak untuk melepaskan diri dari ibunya, memungkinkan untuk memperoleh prestasi sosial yang tepat melalui kasih sayag orang tua dan perlakuan yang menyenangkan.

c.    Albert Bandura
    Dia telah memberikan gambaan tentang teori belajarsosial secara komprehensif yang dapat diaplikasikan untuik memecahkan atau meneliti perubahan perilaku remaja. Bandura berpendapat bahwa prose kognitif yang mengatarai perubahan tingkah laku dipengaruhi oleh penglaman yang mengarahkan untuk menuntaskan kertampilan-ketrampilan atau tugas-tugas. Mekanisme sosial yang memfasilitasi harapan-harapan pribadi meliputi empat sumber pokok yang berpengaruh, yaitu;
1)    Pengembangan ketrampilan yang kondusif bagi perubahan tingkah laku, yaitu remaja diberikan kesempatan berperilaku, mengobservasi orang lain yang menampilkan perilaku yang layak secara berhasil, atau diberikan pengalaman intruksi/ mengajar sendiri.
2)    Pengalaman yang beragam, di mana remaja mempunyai kesempatan untuk memandang model-model simbolis yang memberikan sumber informasi penting yang dapat meningkatkan harapan-harapan dirinya.
3)    Persuasi verbal, seperti sugesti dan teguran.
4)    Penciptaan situasi yang dapat mengurangi dorongan emosional, yang mempunyai nilai-nilai informatis bagi kompetensi pribadi.
Belajar mengobservasi telah memberikan dampak yang cukup kuat terhadapa tingkah laku sosial-antisosial anak atau remaja. Dalam hal ini, Bandura telah merancang tiga dampak utama dari pengamatan tingkah laku individu yang dijadikan model yaitu (1) remaja memperoleh pola-pola respons baru, ketika dia berfungsi sebagai pengamat, (2) pengamatan terhadap tingkah laku model dapat memperkuat atau memperlemah respons-respons yang tidak diharapkan (yang ditolak), dan (3) mengamati tingkah laku yang lain dapat mendorong remaja/anak untuk melakukan kegiatan yang sama.
Dalam kaitan dengan ketiga dampak diatas, interaksi sosial remaja dalam kelompok sebaya dapat merangsang/menstimulasi pola-pola respons baru melalui belajar dengan cara mengamati. Di sini kelompok sebaya telah memberikan kesempatan belajar kepada remaja untuk mengimitasi berbagai tingkah laku para anggota kelompok lainnya.

6.    Perspektif Psikoanalisis
        Freud memandang bahwa masa anak akhir dan remaja awal merupakan periode yang lebih tenang. Masa ini dinamakan periode “latency”, ego terbebas dari konflik antara insting seksual dengan norma-norma sosial. Periode ini merupakan saat anaka berkonsolidasi untuk mencapai perkembangan ego dan super egonya. Pada periode ini pula, anak banyak melibatkan dirinya dalam kegiatan sosial. Masa remaja awal dipandang mampu mensublimasi insting melalui saluran-saluran yang secara sosial dapat diterima. Contohnya, insting agresif dapat disalurkan kedalam kegiatan kreatif; senimusik atau drama.
        Ana Freud, anak perempuan Freud, merujuk periode remaja ini sebagai masa “internal disharmony” (ketidakharmonisan internal). Kondisi ini menyebakan masa remaja dipandang sebagai periode “strom & stress”. Pada masa ini (masa latency) konsolidasi egonya terancam oleh orientasi genital baru yang dapat menghidupkankembali dorongan pregenital yang dikontrol oleh perthanan ego yag disebut “represi”.
        Represi ini merupakan mekanisme pertahanan ego yang menjaga atau memelihara kekuatan/ dorongan insting dengan cara menyembunyikan dari kesadarannya atau pikirannya.
        Selanjutnya Anna mengemukakan bahwa terdapat beberapa masalah pokok mekanisme pertahanan ego pada masa remaja, yaiitu sebagai berikut.
a.    Ego mencoba untuk menganti konflik oedipal dengan orang tua. Pertahanan ego mencoba meringakan kecemasan-kecemasan yang berhubungan dengan dorongan regresi. Disni remaja menarik kecintaannya terhadap orang tua, dan mengalihkan atau memperluas persaan cintanya itu kepada penggati orang tua. Proses ini sering mengarahkan remaja untuk meperlakukan orang tua denga sikap bodoh, sementara itu ia menggunakan banyak waktu dan enaerginya bagi penganti orang tuanya.
b.    Ego gagal menolak desakan regresif dengan kembali kepada dorongan-dorongan (implus) seksual kekanak-kenakan.
        Masa remaja ini dapat dipandang juga sebagai periode berkembangnya kempauan interpersonal. Oleh karena dorongan untuk berhubungan seksual dengan keluarga (incestuos) dire press (ditekan), maka energi seksual atau dilepas untuk membentuk pengikatan cinta kasih. Dalam proses ini, super ego untuk sementara diperlemah. Dengan mengurangi pengaruh aturan super ego, remaja mungkin mengalami masalah dalam mengontrol dirinya. Penekanan terhadap dorongan untuk menjalin cinta kasih secara seksual dengan keluarga, remaja menjadi bingung, merasa sedirian dan terisolasi.
        Tidaklah aneh bahwa dampak dari kebingungannya ini mereka kembali kepada teman. Minat persahabata ini, merupakan kesenangan untuk mengagumi dan mencintai orang lain yang memiliki kualitas yang sama, dimana anak dapat memperoleh penggatinya melalui persahabatn tersebut. Dalam hal ini, ego mencoba untuk mengintegrasikan pengikatan yang baru ini dengan mereduksi dorongan insting. Ego memproses testing alternatif-alternatif dengan memilih aktif dan pasif. Pilihan ini menjadikan remaja mengakami fluktuasi dalam berperilaku, antara : sensitif-koersif, hiduyp berkelompok-menyendiri, optimis-pesimis atau idealis-materialis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar